Yang Indah dan Bersejarah di Katedral Santo Petrus

Iseng-iseng memainkan drone atau jika punya kesempatan melihat wilayah Lembang dari ketinggian utara, kita akan melihat sebidang tanah dengan simbol salib di salah satu lokasi. Tak jauh dari rel kereta api, hijau diapit pepohonan. Tempat itu adalah tempat katedral Santo Petrus berdiri.

Megah dengan dominasi cat warna putih, bangunan ini adalah saksi sejarah keberagaman agama di Indonesia, lho. Berdirinya pada tanggal 16 Juni 1895, dengan nama mula-mula Gereja St. Franciscus Regis. Proses berkembangnya gereja ini menjadi katedral pun bisa dibilang tidak sepenuhnya sengaja. Awalnya, tempat ini cuma diniatkan untuk jadi tempat peribadatan kecil bagi sekitar 280 umat.

 

Namun jumlah itu lama-lama membengkak menjadi 1.800 umat, sehingga pada tahun 1917 dipilihlah sebuah lahan bekas peternakan ayam untuk mendirikan gereja baru. Luasnya sekitar 2.835 meter persegi. Dari dana yang dikumpulkan, dibangunlah sebuah gereja dengan gaya neo-gothic ini. Arsitek yang merancangnya adalah Ir. C.P. Wolff Schoemaker, seorang ahli berkebangsaan Belanda.

Katedral ini seolah menjadi saksi betapa religiusitas umat beragama Nasrani sempat diuji. Misalnya pada masa pendudukan Jepang, kala para uskup dan pastor di sepenjuru Jawa mulai dipenjarakan oleh tentara dai nippon sehingga jemaat terpaksa sembunyi-sembunyi atau beribadah sendiri. Luar biasa, ya!

Bagian Dalam Katedral

Pada ghalibnya, kata ‘katedral’ berasal dari kata chatedra, bahasa latin untuk tahta keuskupan. Bangunan katedral adalah lambang kewenangan seorang uskup atas diosisnya. Atau singkatnya, katedral adalah gereja utama dari semua gereja.

Demikian pula katedral Santo Petrus. Karena kecantikan dan keantikannya, tempat ini termasuk ke dalam cagar budaya Indonesia alias national heritage yang keberadaannya harus dirawat serta tidak boleh dirusak, apalagi dirobohkan. Ada alasan-alasan tertentu mengapa katedral Santo Petrus memenuhi persyaratan itu.

 

Pertama, desain arsitekturnya memang sangat cantik. Ketika pertama kali kaki kita menginjak bagian depannya, langsung terasa bahwa tempat ini dibangun dengan perencanaan matang serta dari material berkualitas tinggi. Bayangkan saja, setelah hampir seabad berdiri, bangunannya bukannya melapuk, malah semakin ajeg seolah ditanam di bumi itu sendiri. Warna putih terangnya seolah menjadi kontras bagi pepohonan dan petak tanah di sekitarnya.

Dan kesan yang pertama kali didapat ketika kita mencapai gerbangnya adalah: sunyi. Tenang dan damai, ideal rumah ibadah yang kepadanya kita bisa merenung untuk mendekatkan diri pada Yang Kuasa. Pintu depannya berat, sepertinya dari kayu besi. Setiap langkah yang kita ambil di atas linoleum putih itu bakal menggema sampai ke mana-mana.

Di dalam, cahaya matahari menyorot masuk melewati kaca-kaca patri yang bergambar. Deretan kursi kayu jati yang masih mengilap tampak di dalamnya, terlihat klasik dan ajeg. Duduk di situ, kita bisa mencium bau kayu tuanya yang menenangkan.

Ada tempat berlutut, dan juga altar dan tabernakel tempat menyimpan hosti. Yang unik, tabernakel di sini mirip sekali, seolah menjadi replika bagi “aslinya” di Basilika Santo petrus Vatikan. Dua patung malaikat putih yang terlihat suci menyangga kandelir yang lilinnya cuma dinyalakan pada saat-saat khusus seperti misa natal, pekan paskah, dan upacara-upacara sejenis.

 

Dan bukan Cuma tabernakel yang mirip replika Basilika Santo Petrus. Ada pula replika patung “pieta”, alias duka cita, karya Michelangelo yang cantik sekali. Memandangi patung itu berlama-lama, kita akan merasakan kedukaan seolah diingatkan pada hal-hal menyedihkan dalam hidup kita.

 

 

Lain dari itu, ada pula mozaik yang menceritakan perjalanan Yesus Kristus, dari lahir hingga penyalibannya. Sebuah orgel Pipa Lavabre yang terlihat tua di sudut gereja, rupanya masih bisa dimainkan. Pula, sebuah bejana pemandian bayi yang konon sudah tidak pernah digunakan.

Secara umum, gereja ini memenuhi khayalan pastorial dream bagi pengunjung yang ingin merasakan ketenangan yang hampir-hampir fana. Da berkaca pada Thailand, Vietnam, bahkan Jepang, sesungguhnya bukanlah hal yang musykil untuk menjadikan sebuah tempat peribadatan memiliki fungsi wisata. Hanya saja, untuk sekarang gereja Santo Petrus belum selevel itu.

Betapapun, tempat ini terbuka untuk umum. Mungkin bagi teman-teman yang ingin tahu atau mengagumi keindahan arsitektur neo-gothic pada zamannya. Berminat?

 

 

GEREJA KATEDRAL SANTO PETRUS

  • Alamat:Jl. Merdeka No. 14, Babakan Ciamis, Sumur Bandung
  • Jam Buka: Senin-Sabtu (05.30 – 20.00 WIB). Minggu libur karena digunakan untuk ibadah.
  • Aturan Khusus: Mohon informasikan pada pastor kepala paroki jika berniat berkunjung dalam rombongan.